Sunday, September 30, 2012

PT DI Investasi USD 16 Juta Selama 4 Tahun, Kembangkan N 219

Bandung PT Dirgantara Indonesia akan menginvestasikan USD 16 juta selama 4 tahun mengembangkan pesawat N219. Pesawat berpenumpang 19 orang ini nantinya akan menambah produk unggulan dari PT DI.

"Andalan PT DI saat ini di antaranya CN 235, CN 295. Kami ingin menambah produk unggulan untuk memperluas pasar," ujar Kepala Tim Komunikasi PT DI, Sonny Saleh Ibrahim dalam acara Press Coffe Morning di Kantor PT DI Jalan Pajajaran, Selasa (18/12/2012).

N-219 ini pertama kali digagas pada 2004 lalu namun kemudian terhenti. Berdasarkan analisa, pesawat N 219 yang tergolong pesawat kecil ini dinilai berpotensi digunakan untuk menjangkau berbagai daerah terpencil dengan kondisi geografis yang cukup sulit.

"Tahun 2013 kami akan investasi untuk pengembangan N 219 ini sendiri. Lama kalau ngandelin dari pemerintah," katanya.

Besarnya investasi yang ditanamkan yaitu USD 16 juta untuk 4 tahun. "Mulai kita jalankan pada 2013 lah. Masuk dari preliminary design (desain awal) sampai dengan pembuatan prototype," tutur Sonny. Namun untuk membuat sebuah prototype, PT DI menyatakan butuh dukungan dari pemerintah karena dibutuhkan dana sekitar USD 30-40 juta.

Dana investasi sebesar USD 16 juta yang disiapkan PT DI, disebut Sonny berasal dari keuntungan yang disisihkan serta tidak menutup kemungkinan akan menambah dari pinjaman ke bank.

Sonny mengatakan pasar untuk N 219 yaitu maskapai penerbangan yang akan membuka jalur-jalur baru ke daerah terpencil. "Pasarnya sudah ada. Bahkan kami sudah ada MoU dengan maskapai penerbangan," katanya.

Selesai pengembangan dan pembuatan prototype, produksi N 219 akan dilakukan paling cepat 2017. Produk unggulan ini akan dijual dengan kisaran USD 4 juta.


Detik

Monday, September 24, 2012

Penerimaan PT DI Selama 2012 Capai Rp 3,1 Triliun

Friday, September 21, 2012

Lembaga Antariksa Brazil Siap Bekerja Sama dengan Lapan

Jakarta Brazil dipilih karena negara itu merupakan negara tropis yang dia anggap cukup berhasil dalam bidang keantariksaan

Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Sutan Bhatoegana mengatakan bahwa lembaga penerbangan dan antariksa Brazil (Brazilian Space Agency) siap bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Itu merupakan salah satu hasil kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Brazil beberapa waktu lalu dalam rangka merampungkan Rancangan Undang-Undang Keantariksaan.

"'Lapan sana' ingin bekerja sama dengan Lapan kita untuk memantau sumber daya alam kita, tentang pohon-pohon yang ditebang berapa. Dan kalau ada sarjana Indonesia ingin mempelajari, silakan datang, disambut oleh mereka," kata Sutan di Gedung Nusantara I, Senayan, Selasa (18/12) sore.


Sebanyak 12 anggota Komisi VII yang ikut ke Brazil, beber Sutan, sempat melakukan pertemuan antara lain dengan Parlemen Brazil, lembaga antariksa Brazil, serta Brazil National Institute for Special Research. Sutan juga mengatakan, Brazil dipilih karena negara itu merupakan negara tropis yang dia anggap cukup berhasil dalam bidang keantariksaan.


"Paling baik luncurkan roket itu di negara tropis. Palangka Raya itu katanya yang paling cocok (sebagai tempat) meluncurkan roket," ucap Sutan.


Sutan menegaskan bahwa satelit akan menjadi salah satu masalah yang diatur dalam RUU Keantariksaan, karena peran satelit dianggap penting untuk melindungi keamanan negara. Satelit juga bisa memantau dan mengawasi penebangan ilegal pohon-pohon di hutan tropis Indonesia sebagaimana sudah dilakukan di Brazil.


"Kalau kita tidak menguasai, bakal ketinggalan kita," tambah Sutan.


Diketahui, RUU tersebut merupakan inisiatif pemerintah dan Lapan merekomendasikan kepada parlemen beberapa negara yang maju dalam bidang keantariksaan, seperti Rusia, Amerika Serikat (AS), Prancis, India, dan Brazil.


Hasil kunjungan ke Brazil ini sendiri, kata Sutan lagi, akan menjadi masukan untuk RUU Keantariksaan yang sedang dirampungkan oleh komisi yang mengurusi bidang energi, lingkungan hidup, dan riset teknologi tersebut. Selain ke Brazil, rombongan Komisi VII lainnya pekan lalu juga bertolak ke AS, dalam rangka perampungan RUU Kedirgantaraan.



Thursday, September 13, 2012

Sebelum Meledak, Pilot Sukhoi Ngobrol

The wreckage of a Russian Sukhoi aircraft is scattered on Mount Salak near BogorJakarta Setelah 9 bulan pesawat Sukhoi mengalami kecelakaan, akhirnya  Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Selasa siang (18/12/2012)  mengumumkan penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang meledak di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada  9 Mei 2012.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi dalam keterangan pers, di Kantor KNKT mengatakan, jatuhnya pesawat naas yang tengah melakukan joyflight atau demo terbang tersebut akibat kesalahan manusia atau human error.

Tatang mengungkapkan dari rekaman kotak hitam yang telah diselidiki, pilot pesawat asal Rusia itu diketahui menjelang detik kecelakaan sedang mengobrol. “Karena mengobrol pilot tidak focus dan mengabaikan peringatan sehingga pilot tidak mengubah (jalur) pesawat yang telah keluar dari orbit,” terang Tatang. “Harusnya pilot itu konsentrasi.”

Tidak hanya itu, pilot juga mengabaikan peringatan Terrain Awareness and warning system (TWSA) yaitu alat pencegahan tabrakan yang sudah berbunyi 6 kali.

Pilot mengira ada masalah data base sehingga alat itu justru dimatikan, padahal justru memperingatkan ada benda yang akan menabrak pesawat. “TAWS mengirimkan peringatan ‘terrain ahead’ (ada daratan di depan) sebelum tabrakan, diikuti oleh 6 peringatan ‘avoid terrain’. Pilot In Command mematikan TAWS karena berasumsi bahwa ada masalah database,” lanjut Tatang Kurniadi.

Selain itu, hasil investigasi juga diketahui pesawat tersebut tidak dilengkapi peta area Bogor sehingga tidak bisa membaca medan. “Tak hanya itu, awak pesawat juga mengabaikan peringatan petugas pengatur lalu lintas udara,” cerita Tatang.

Selain itu, kata Tatang, ada KNKT menganalisa data kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) yang berisi 471 parameter selama 150 jam terbang, termasuk rekaman 22 menit terakhir saat kecelakaan. Ada 11 temuan KNKT yang dirilis di situs resmi KNKT di antaranya, rute penerbangan direncanakan bukanlah rute udara resmi yang diterbitkan.

Sedangkan investigator anggota Kapten Nurcahyo mengatakan tabrakan bisa dihindari apabila setelah 24 detik pilot belok kiri sesuai warning TAWS dan itu masih berfungsi dengan benar.

Seperti diketahui pesawat sukhoi ini meledak di Gunung Salak mengakibatkan 45 penumpang tewas. Diantaranya 35 orang warga negara Indonesia dan 10 warga negara asing, sedangkan pesawat terbelah dua.(dwi/sir)


Poskota

Friday, September 7, 2012

Pertamina Akuisisi Blok di Algeria

http://static.republika.co.id/uploads/images/square/pertamina-_110630122508-102.jpgJakarta � PT Pertamina (Persero) semakin gencar mengekspansi sejumlah blok migas di luar negeri. Tak tanggung-tanggung, kali ini, Pertamina juga membidik blok migas di Algeria, Afrika.

Pertamina mengaku telah menandatangani kesepakatan untuk mengakuisisi blok 405a lewat pengambilalihan anak usaha perusahaan asal AS Conoco Philips di negara tersebut. Pertamina masuk ke blok itu dengan membeli saham ConocoPhilips Algeria.

Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Ali Mundakir mengatakan blok 405a terdiri dari tiga lapangan minyak utama. "Yaitu Menzel Lejmat North, Ourhoud dan EMK," katanya, Rabu (19/12). 

Di lapangan Menzel Lejmat North Conoco Philips Algeria menguasai 65 persen hak partisipasi dan sekaligus bertindak selaku operator. Sementara itu di Ourhoud dan EMK, perusahaan ini memiliki hak partisipasi masing-masing sebesar 3,7 persen dan 16,9 persen.

Ia mengatakan saat ini kesepakatan masih terus dilakukan. Pertamina, ujar dia, masih harus menunggu hak membeli pertama (first right) oleh mitra Conoco Philips di blok tersebut dan tentunya restu dari pemerintah Aljazair.

"Untuk itu, diharapkan transaksi dapat dituntaskan semester pertama 2013," katanya. Di 2012 ini, Blok 405a memproduksi lebih dari 35 ribu barel minyak per hari dengan porsi untuk ConocoPhilips mencapai  23.000 barel per hari. 

Dalam keterangan resminya, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan optimis akuisisi ini bisa menambah produksi Pertamina secara signifikan. "Dari 23 ribu barel per hari saat ini akan menjadi sekitar 35 ribu barel per hari tahun depan," tegasnya.


● Republika

Wednesday, September 5, 2012

Bulan Februari 2013 PT Dirgantara Indonesia Akan Memberi Kejutan

Bandung Asisten Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bidang Sistem Jaminan Mutu Sonny Ibrahim Saleh, berjanji akan memberi kejutan kepada masyarakat di bulan Februari 2013, dengan mengembangkan kembali pesawat yang telah lama tidak terdengar namanya, namun Sonny masih merahasiakan nama pesawat tersebut, hal itu terungkap dalam acara Coffee Morning bersama wartawan, Selasa, (18/12/2012), bertempat di Gedung Pusat Manajemen PT DI jalan Pajajaran Bandung.

Selain akan memberi kejutan, Sonny pun menjelaskan secara panjang lebar berbagai perkembangan PTDI hingga akhir tahun 2012. “PTDI nyaris menjadi perakit pesawat, bila menjadi perakit, PTDI sudah tidak spesial lagi”, ungkap Asisten Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bidang Sistem Jaminan Mutu Sonny Ibrahim Saleh.

“PTDI punya kemampuan memperbaiki radar”, ungkap Sonny terkait matinya radar Bandara Soekarno-Hatta, “Kejadian matinya radar sangat membahayakan pesawat”, ungkapnya, “Bandara Husein Sastranegara saja memiliki genset untuk mengantisipasi matinya radar”, tambahnya.

Terkait kerjasama PTDI dengan Sukhoi, Sonny menjelaskan bahwa PTDI melamar ke Sukhoi sebagai sub kontraktor, “Baru kali ini kita bekerja sama dengan Sukhoi”, kata Sonny, “Paling penting dalam kerjasama dengan Sukhoi adalah perhitungan harga per jam buruh”, tambahnya.

“PTDI fokus dalam Delivery Center C-295, C-212, dan Heli Cougar”, ungkap Sonny, “Delivery Center difokuskan karena bisnis C-295, C-212, dan Heli Cougar berjalan, dan saat ini PTDI sedang tender di Filipina dan merintis di Thailand dan Malaysia, Delivery Center penting agar tidak terjadi saling bertabrakan kepentingan”, ungkapnya.

“Saat ini kontrak PTDI dengan Kemenhan sebesar 8,2 triliun, dari target kontrak senilai 9,5 triliun, dan kontrak telah berjalan 98 persen”, kata Sonny, “Untuk tahun 2013 PTDI menargetkan penerimaan 3 triliun di luar pemesanan pesawat C-235, C-295 dan C-212”, ungkapnya.

Di akhir tahun 2012, PTDI mendapatkan penerimaan untuk perusahaannya sebesar 2,65 triliun dari pesawat, 200 miliar dari komponen, 170 miliar dari perawatan pesawat, dan 80 miliar dari alutista, “Penerimaaan PTDI sebesar 3,1 triliun”, ungkap Sonny, seperti diketahui keuntungan PTDI di tahun 2009 mengalami kenaikan, sedangkan di tahun 2010 dan 2011 mengalami down.

Di akhir paparannya, Sonny menginginkan Gubernur Jawa Barat yang baru harus mendukung PT Dirgantara Indonesia dan membenahi Bandung. (Bagoes Rinthoadi)


Arcom

Sunday, September 2, 2012

Sukhoi Celaka Karena Kesalahan Manusia

 Ada penumpang yang masuk ke kokpit dan ngobrol dengan pilot. 

Jakarta Setelah tujuh bulan melakukan investigasi, Selasa 18 Desember 2012 Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan penyebab jatuhnya Sukhoi. Pesawat Superjet 100 buatan Rusia itu, jatuh di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada 9 Mei 2012. Hasil investigasi komite itu tidak menemukan kerusakan peralatan pada pesawat selama penerbangan berlangsung.

Dalam jumpa pers yang digelar di Kementerian Perhubungan Selasa siang tadi, Ketua KNKT Tatang Kurniadi menguraikan bahwa pesawat itu celaka pada penerbangan kedua. Nomor registrasi pesawat ini 97004 dengan nomor penerbangan RA 36801. Pada pukul 07.30 UTC (Coordinated Universal Time) atau 14.20 WIB, pesawat mengudara dari landasan 06 Halim Perdanakusuma. Kemudian berbelok ke kanan hingga mengikuti ke radial 200 HLM VOR dan naik hingga ketinggian 10 ribu kaki.

Kemudian pada pukul 14.24 WIB, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach dan memberikan informasi bahwa pesawat telah berada pada radial 200 HLM VOR dan telah mencapai ketinggian 10 ribu kaki. Pada pukul 14.26 WIB, pilot meminta izin untuk turun ketinggian 6.000 kaki serta untuk membuat orbit.

Tujuan menurunkan ketinggian ke 6 ribu kaki dan membuat orbit adalah agar pesawat tidak terlalu tinggi saat proses pendaratan di Halim Perdanakusuma.

Lalu pada pukul 14.32 lewat 26 detik, berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR), pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 Nm HLM VOR atau pada koordinat 06 derajat 42'45” Lintang Selatan 106 derajat 44'05” Bujur Timur dengan ketinggian sekitar 6 ribu kaki di atas permukaan laut.

Tiga puluh delapan detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) memberikan peringatan berupa suara "Terrain Ahead, Pull Up" dan diikuti oleh 6 kali "Avoid Terrain". PIC mematikan (inhibit) TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh database yang bermasalah.

Selain itu, tujuh detik menjelang tabrakan, terdengar peringatan berupa suara "Landing Gear Not Down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat. Peringatan "Landing Gear Not Down" aktif apabila pesawat berada pada ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.

Pada pukul 14.50 WIB petugas Jakarta Approach menyadari bahwa pesawat shukoi yang membawa 45 penumpang dan kru ini sudah hilang di layar radar. Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.

Tabrakan Bisa Dihindari

KNKT menegaskan bahwa kecelakaan seharusnya bisa dihindari. "Hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa TAWS berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan yang benar," kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi. "Simulasi juga menunjukan bahwa benturan dapat dihindari jika dilakukan tindakan menghindar sampai dengan 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama," katanya.

Sementara pelayanan radar Jakarta belum mempunyai batas ketinggian minimum untuk melakukan "vector" (perintah berupa arah yang diberikan pengatur lalu lintas udara) pada suatu daerah tertentu dan minimum safe altitude warning (MSAW). Karena itu, sistem di Jakarta tidak memberikan peringatan kepada petugas Jakarta sampai kemudian pesawat menabrak.

Karena itu, investigasi KNKT menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut, antara lain, pertama, awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilakui karena beberapa faktor dan berakibat awak pesawat mengabaikan peringatan dari TAWS.

Kedua, radar Jakarta belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan vector serta belum dilengkapi dengan MSAW yang berfungsi untuk daerah Gunung Salak. Pesawat bahkan tidak dilengkapi dengan peta Bogor.

Ketiga, ada penumpang yang masuk ke dalam kokpit pesawat dan ngobrol dengan pilot. Percakapan dengan penumpang yang masuk itu menganggu konsentrasi sang pilot. Masuknya penumpang ke kokpit itu memang menimbulkan pertanyaan. Sebab aturan penerbangan di seluruh dunia melarang keras penumpang masuk kokpit saat pilot tengah menerbangkan pesawat.

“Kalau dalam penerbangan rutin, pasti tidak boleh ada penumpang di kokpit. Tapi biasanya kalau penerbangan demonstrasi, pembeli potensial memang selalu diizinkan berada di kokpit untuk melihat-lihat,” kata Tatang Kurniadi, usai jumpa pers.

Ia menambahkan, pilot Sukhoi sendiri, Alexander Yablontsev, merupakan pilot dengan pengalaman luar biasa. “Ia bahkan memiliki rekam jejak yang sangat bagus dalam menerbangkan pesawat tempur Rusia.”

Investigator in charge, Mardjono, menyampaikan bahwa terjadi diskusi yang cukup lama antara penumpang di kokpit itu dengan pilot dan kopilot, sehingga perhatian pilot teralihkan. Saat terjadi obrolan itulah kopilot bertanya kepada pilot, apakah akan pulang atau membuat orbit baru. Kopilot mengulang pertanyaan tersebut sebanyak tiga kali. “Dan dijawab pulang,” kata Mardjono.

Sang kopilot sesungguhnya terus minta agar pesawat diterbangkan ke arah barat laut. Namun saat itu pilot tetap saja berbincang dengan penumpang yang masuk ke kokpit itu. “Karena ada pembicaraan itu, maka arahnya nyelonong,” ujar Mardjono. Sebelum menabrak gunung, pesawat telah memberikan peringatan berulang-ulang, namun diabaikan oleh pilot dan kru pesawat.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Golozin, menyatakan, kecelakaan ini merupakan gabungan dari sejumlah faktor yang kurang baik, termasuk kinerja sistem pesawat. Dia berharap hasil investigasi ini bisa dijadikan pelajaran oleh dunia penerbangan untuk memperbaiki sistem. "Yang paling penting, hasil laporan tersebut bisa digunakan untuk mencegah adanya musibah-musibah yang sama di masa yang akan datang," tutur dia.

Dua Maskapai Siap Pakai Sukhoi

Dan hasil investigasi ini menguatkan uji yang dilakukan Kementerian Perhubungan yang sudah menerbitkan sertifikasi laik terbang untuk pesawat buatan Rusia ini. Otoritas Penerbangan Sipil Indonesia sudah melakukan validasi sertifikasi atas SSJ-100, nama lain Superjet 100. Tim validasi itu mengunjungi pabrik Sukhoi dan melihat desain dan mesin pesawat.

Produsen pesawat sipil milik pemerintah Rusia ini menilai Asia kini sudah menjadi pasar yang strategis bagi industri pesawat komersil. “Proses negosiasi berlangsung di seluruh dunia, tetapi kami melihat kawasan Asia memiliki potensi dan prioritas yang paling besar. Kami melihat semua, perkembangan di China, India dan negara-negara Asia Tenggara,” kata Igor Sirtsov, Wakil Presiden Senior dari Grazhdanskie Samolety Sukhogo (GSS), produsen pesawat sipil Sukhoi.

Ada dua maskapai Indonesia yang sudah memesan SSJ-100, yaitu Kartika Airlines dan Sky Aviation. Masing-masing maskapai ini memesan 30 dan 12 unit dengan harga per pesawat sekitar US$ 30 juta atau Rp 288,5 miliar. Perusahaan penerbangan Sky Aviation tahun ini akan mendapat pesawat SSJ 100 untuk pertama kalinya.

“Kami hampir selesai untuk diskusi perjanjian leasing. Dan sekarang sedang berjalan proses pembiayaan dengan perjanjian leasing untuk 3 pesawat pertama pesanan Sky Aviation,” kata Sirtsov.

Menurut General Manager Marketing Sky Aviation, Sutito Zainudin, untuk membeli 12 pesawat jet ini, perusahannya menggelontorkan dana hingga US$ 308,4 juta atau sekitar Rp 2,97 triliun. Kontrak pembelian sudah diteken di arena International Aviation and Space Salon MAKS 2011 di Zhukovsky, Rusia, pada 2011.

Komitmen kuat untuk mendatangkan Sukhoi Superjet 100 juga datang dari manajemen Kartika Airlines. Direktur Komersial Kartika Airlines, Aditya Wardana, mengatakan pesawat-pesawat yang dipesan perusahaannya akan tiba mulai Mei 2013.

Kartika Airlines menandatangani kontrak pembelian 30 pesawat SSJ-100 pada Juli 2010 lalu dengan estimasi nilai US$ 951 juta saat Farnborough International Airshow di Inggris. Pesawat yang dipesan memiliki kapasitas 100 penumpang. Aditya mengakui, pengiriman pesawat pesanan mereka sempat tertunda akibat kecelakaan di Gunung Salak pada Mei 2012.


VIVA.co.id